Rangkuman IPS Kelas 8 Bab 4

 

Rangkuman Materi IPS Kelas 8 Bab 4

A.Kedatangan Bangsa-Bangsa Barat ke Indonesia

Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Ada beberapa latar belakang kedatangan bangsa Barat ke Indonesia.

Apa saja?

Mari kita pelajari lebih jauh!

Mencari Rempah-Rempah

Berbagai komoditas perdagangan yang dihasilkan bangsa Indonesia menjadi incaran bangsa-bangsa Barat.

Berbagai hasil bumi Indonesia tidak hanya menjadi konsumsi bangsa-bangsa Asia, tetapi juga menjadi salah satu incaran bangsa-bangsa Barat.

Bangsa-bangsa Barat membutuhkan rempah-rempah karena mereka sangat membutuhkan, sementara persediaan di Eropa sangat terbatas.

Rempah-rempah bagi bangsa-bangsa Eropa dapat digunakan untuk mengawetkan makanan, bumbu masakan, dan obat-obatan.

Motivasi 3G (Gold, Gospel, dan Glory)

3G merupakan motivasi Bangsa-bangsa Barat melakukan penjelajahan samudra.

Apa saja 3G itu?

3G tersebut adalah:

  • Gold
  • Glory
  • Gospel

Gold adalah emas, yang identik dengan kekayaan, hal itu menggambarkan bahwa tujuan bangsa Barat ke Indonesia adalah untuk mencari kekayaan.

Glory adalah kejayaan bangsa.

Gospel adalah keinginan bangsa Barat untuk menyebarluaskan atau mengajarkan agama Nasrani khususnya agama Kristen ke bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.

Revolusi Industri

Revolusi Industri adalah pergantian atau perubahan secara menyeluruh dalam memproduksi barang dari sebelumnya menggunakan tenaga manusia dan hewan menjadi tenaga mesin.

Berkembangnya revolusi industri menyebabkan bangsa-bangsa Barat memerlukan bahan baku yang lebih banyak.

Kedatangan Bangsa-bangsa Barat ke Indonesia

Dalam pembahasan ini kita akan mengenal tentang kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia, yaitu:

  • Kedatangan Bangsa Portugis di Maluku
  • Ekspedisi Bangsa Inggris
  • Kedatangan Bangsa Belanda di Jayakarta (Jakarta)

Mari kita pelajari lebih lanjut.

Kedatangan Bangsa Portugis di Maluku

Perjalanan bangsa Portugis mencari sumber rempah-rempah diawali dari kota Lisabon, Portugis.

Pada tahun 1486, Bartolomeus Diaz melakukan pelayaran pertama menyusuri pantai barat Afrika.

Ia bermaksud melakukan pelayaran ke India, namun gagal.

Portugis mencapai Malaka pada tahun 1511 di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque.

Ia berhasil menguasai Malaka dan Myanmar.

Selanjutnya Portugis menjalin hubungan dagang dengan Maluku.

Pada tahun 1512, bangsa Portugis telah berhasil sampai di Maluku di bawah pimpinan Antonio de Abreu dan Fransisco Serao.

Ekspedisi Bangsa Inggris

Persekutuan dagang milik Inggris diberi nama EIC (East Indian Company).

Di dalamnya bergabung para pengusaha Inggris.

Walaupun Inggris tiba di Kepulauan Nusantara, pengaruhnya tidak terlalu banyak seperti halnya Belanda.

Hal ini disebabkan EIC terdesak oleh Belanda, sehingga Inggris menyingkir ke India/Asia Selatan dan Asia Timur.

Kedatangan Bangsa Belanda di Jayakarta (Jakarta)

Seorang pelaut Belanda Cornelis de Houtman memimpin ekspedisi ke Indonesia.

Pada tahun 1595, armada de Houtman mengarungi ujung selatan Afrika, selanjutnya terus menuju ke arah timur melewati Samudra Hindia.

Pada tahun 1596, armada de Houtman tiba di Pelabuhan Banten melalui Selat Sunda.

Kedatangan Houtman di Indonesia kemudian disusul ekspedisi-ekspedisi lainnya.

Dengan banyaknya pedagang Belanda di Indonesia maka muncullah persaingan di antara mereka sendiri.

Untuk mencegah persaingan yang tidak sehat, pada tahun 1602 didirikan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC/Perserikatan Maskapai Hindia Timur) yang merupakan merger (penggabungan) dari beberapa perusahaan dagang Belanda.

Gubernur Jenderal pertama VOC adalah Pieter Both.

Ia mendirikan pusat perdagangan VOC pertama kali di Ambon, Maluku.

Namun kemudian, pusat dagang dipindahkan ke Jayakarta (Jakarta) karena VOC memandang bahwa Jawa lebih strategis sebagai lalu-lintas perdagangan.

Jayakarta oleh VOC diubah namanya menjadi Batavia.

B.Kondisi Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan

Kondisi Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan

Perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia menyebabkan perubahan masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang.

Pemerintah kolonial menerapkan kebijakan yang merugikan bangsa Indonesia.

Berikut ini beberapa pengaruh kebijakan bangsa Barat terhadap masyarakat Indonesia.

Pengaruh Monopoli dalam Perdagangan

Kalian tentu sering mendengar istilah monopoli.

Tapi bukan monopoli permainan ya!

Apakah yang disebut monopoli?

Monopoli adalah penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan.

Bagi pelaku perusahaan, monopoli sangat menguntungkan karena mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual.

Bangsa Barat yang melakukan monopoli di Indonesia adalah Belanda.

Belanda melalui VOC memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk menandatangani kontrak monopoli dengan berbagai cara.

Salah satu caranya adalah politik adu domba atau dikenal dengan devide et impera.

Untuk meluaskan kekuasaan, VOC mempersiapkan penguasaan dengan cara perang (militer).

Dengan adanya monopoli ini, pedagang lain termasuk pedagang lokal Indonesia tidak dapat berdagang dengan bebas dan semua penuh keterpaksaan.

Sebagai contoh, pada saat melakukan monopoli rempah-rempah di Indonesia,VOC membuat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Isinya, setiap kerajaan hanya mengizinkan rakyat menjual hasil bumi kepada VOC.

Karena produsen sudah dikuasai VOC, maka pada saat rempah-rempah dijual, harganya sangat turun.

Sebaliknya, VOC menjualnya kembali ke Eropa dengan harga yang sangat tinggi.

VOC mengalami kebangkrutan pada akhir abad XVIII.

Korupsi dan manajemen perusahaan yang kurang baik menjadi penyebab utama kebangkrutan VOC.

Akhirnya, tanggal 13 Desember 1799, VOC dibubarkan.

Pengaruh Kebijakan Kerja Paksa

Pernahkah kalian mendengar istilah kerja rodi atau kerja paksa?

Bagaimana rasanya apabila bekerja karena terpaksa?

Pasti jawabannya tidak enak, ya kan?

Ya begitulah kondisi ketika masa penjajahan.

Pemerintah Belanda menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari bumi Indonesia sehingga menerapkan kebijakan kerja paksa.

Gubernur Jenderal Daendels, yang memerintah tahun 1808-1811, melakukan berbagai kebijakan seperti pembangunan militer, jalan raya, perbaikan pemerintahan, dan perbaikan ekonomi.

Salah satu kebijakan yang terkenal dan buktinya dapat disaksikan hingga masa sekarang adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan (Jalan Raya Pos).

Pembangunan jalan tersebut merupakan kebijakan pemerintah Republik Bataaf di bawah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.

Pembangunan jalur Anyer-Panarukan sebagian besar dilakukan oleh tenaga manusia.

Puluhan ribu penduduk dikerahkan untuk membangun jalan tersebut.

Rakyat Indonesia dipaksa Belanda untuk membangun jalan.

Mereka tidak digaji dan tidak menerima makanan yang layak.

Akibatnya, ribuan penduduk meninggal baik karena kelaparan maupun penyakit yang diderita.

Pengaruh Sistem Sewa Tanah

Salah satu kebijakan terkenal pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau landelijk stelsel.

Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut:

  • Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.
  • Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
  • Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
  • Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.

Sistem sewa tanah menggambarkan seakan-akan rakyat tidak memiliki tanah, padahal tanah tersebut adalah milik rakyat.

Hasil sewa tanah juga tidak seluruhnya digunakan untuk kemakmuran rakyat karena sebagian besar digunakan untuk kepentingan penjajah.

Pelaksanaan sistem sewa tanah tersebut dianggap memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di Indonesia.

Beberapa penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah adalah sebagai berikut:

  • Sulit menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena tidak semua rakyat memiliki tanah yang sama.
  • Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani.
  • Keterbatasan jumlah pegawai.
  • Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.

Pengaruh Sistem Tanam Paksa

Pada tahun 1830,Johannes van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel).

Banyak ketentuan yang dilanggar atau diselewengkan baik oleh pegawai Belanda maupun pribumi.

Praktik-praktik penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut:

  • Menurut ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat. Namun kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat.
  • Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan.
  • Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.
  • Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.

Penderitaan rakyat Indonesia akibat kebijakan Tanam Paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka kematian rakyat Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit kekurangan gizi.

Sistem ini membuat banyak pihak bersimpati dan mengecam praktik Tanam Paksa.

Kecaman tidak hanya datang dari bangsa Indonesia, tetapi juga orang-orang Belanda.

Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam Paksa tersebut di antaranya:

  • Baron van Hoevel, E.F.E.
  • Douwes Dekker (Multatuli)
  • L. Vitalis

C.Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme

Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang

Sultan Baabullah Mengusir Portugis

Konflik antara kerajaan di Indonesia dan persekutuan atau kongsi dagang Barat terjadi sejak para kongsi dagang menunjukkan kecongkakannya.

Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore dan Portugis.

Penyebab utamanya adalah Portugis menghalang-halangi perdagangan Banda dengan Tidore.

Dalam perang tersebut, Portugis berhasil mengadu domba Kerajaan Ternate dan Tidore.

Portugis mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan.

Akhirnya, Portugis mendapat kemenangan.

Pada tahun 1570, bertempat di Benteng Sao Paolo, terjadi perundingan antara Sultan dan Portugis.

Namun, pada saat perundingan berlangsung tanpa disangka-sangka tiba-tiba Portugis menangkap Sultan Hairun dan pada saat itu juga membunuhnya.

Kelicikan dan kejahatan Portugis tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Maluku.

Sultan Baabullah (putera Sultan Hairun) dengan gagah melanjutkan perjuangan ayahandanya dengan memimpin perlawanan.

Pada saat bersamaan, Ternate dan Tidore bersatu melancarkan serangan terhadap Portugis.

Akhirnya, pada tahun 1575, Portugis berhasil diusir dari Ternate.

Perlawanan Aceh

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka.

Pada tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan Portugis, tetapi penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan.

Meskipun demikian, Aceh masih tetap berdiri sebagai kerajaan yang merdeka.

Ketangguhan “Ayam Jantan dari Timur”

Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa di Sulawesi Selatan.

Sultan Hasanuddin memiliki gelar yaitu “Ayam Jantan dari Timur”.

Suatu ketika, Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dan Bone (Arung Palaka) berselisih paham.

Hal ini dimanfaatkan VOC dengan mengadu domba kedua kerajaan tersebut.

Sultan Hassanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.

Isi dari perjanjian Bongaya sebagai berikut:

  • Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar
  • Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar
  • Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar
  • Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone

Serangan Mataram terhadap VOC

Perselisihan antara Mataram dan Belanda terjadi karena nafsu monopoli Belanda.

Pada tanggal 8 November 1618, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen memerintahkan van der Marct menyerang Jepara.

Peristiwa tersebut memperuncing perselisihan antara Mataram dan Belanda.

Raja Mataram Sultan Agung segera mempersiapkan penyerangan terhadap kedudukan VOC di Batavia.

Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628.

Pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Baurekso, yang tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628.

Selanjutnya, menyusul pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul, dan kedua bersaudara yaitu Kiai Dipati Mandurejo dan Upa Santa.

Serangan pertama yang dilakukan oleh Mataram gagal sehingga terpaksa pasukan ditarik kembali ke Mataram tanggal 3 Desember 1628.

Mataram segera mempersiapkan serangan kedua, dengan pimpinan Kyai Adipati Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purbaya.

Serangan dimulai pada tanggal 1 Agustus dan berakhir 1 Oktober 1629.

Namun, serangan kedua ini pun gagal.

Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda

Perang Saparua di Ambon

Ketika Belanda kembali berkuasa di Indonesia tahun 1817, rakyat Ambon mengadakan perlawanan, di bawah pimpinan Thomas Matulesi (Pattimura).

Pattimura memimpin perlawanan di Saparua dan berhasil merebut benteng Belanda serta membunuh Residen van den Berg.

Dalam perlawanan tersebut, turut serta pula seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu yang merupakan putri tunggal dari Paulus Tiahahu.

Perang Paderi di Sumatra Barat (1821-1838)

Perlawanan kaum Padri dengan sasaran utama Belanda meletus tahun 1821.

Kaum Padri dipimpin oleh:

  • Tuanku Imam Bonjol (M Syahab),
  • Tuanku nan Cerdik,
  • Tuanku Tambusai,
  • Tuanku nan Alahan.

Perlawanan kaum Padri berhasil membuat Belanda terpojok.

Pada saat bersamaan Belanda sedang menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830).

Belanda pun mengajak kaum Padri berdamai, yang diwujudkan di Bonjol tanggal 15 November 1825.

Kemudian Belanda hanya fokus terhadap perlawanan Pangeran Dipenogoro, setelah menang melawan Pangeran Dipenogoro Belanda kembali menyerang kaum Padri.

Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel.

Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya.

Dengan siasat tersebut, Belanda akhirnya menang, yang ditandai dengan jatuhnya benteng pertahanan terakhir Padri di Bonjol tahun 1837.

Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.

Perang Diponegoro (1825-1830)

Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi Belanda.

Pajak-pajak yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda dan kebijakan ekonomi lainnya menjadi sumber penderitaan rakyat, yang ikut juga melatarbelakangi Perang Diponegoro.

Salah satu bukti campur tangan politik Belanda adalah dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta terjadi ketika pada tahun 1822 Hamengkubuwono IV wafat.

Berbagai kegelisahan dan penderitaan yang lama berlangsung dipicu oleh berbagai peristiwa yang membuat rakyat marah.

Pada tanggal 20 Juli 1825, Tegalrejo yang menjadi basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.

Perang Jawa dikumandangkan (1825-1830) untuk mengusir Belanda.

Perlawanan tersebut menular sampai Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Belanda menerapkan siasat Benteng- Stelsel.

Dengan sistem ini, Belanda mampu memecah belah jumlah pasukan musuh.

Belanda berhasil menangkap Kyai Maja dan Pangeran Mangkubumi.

Belanda kemudian juga berhasil meyakinkan panglima Sentot Prawiryodirjo untuk membuat perjanjian perdamaian.

Pada bulan Maret 1830, Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah.

Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makassar hingga wafat tahun 1855.

Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak ada lagi perlawanan yang besar di Jawa.

Perang Aceh

Traktat London tahun 1871 menyebut Belanda menyerahkan Sri Lanka kepada Inggris, dan Belanda mendapat hak atas Aceh.

Belanda membakar Masjid Baiturrahman yang menjadi benteng pertahanan Aceh pada 5 April 1873.

Semangat jihad (perang membela agama Islam) menggerakkan perlawanan rakyat Aceh.

Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh.

Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgronje yang memakai nama samaran Abdul Gafar, ia dimintai masukan atau rekomendasi tentang cara-cara mengalahkan rakyat Aceh.

Menurut Hurgonje taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dan kaum ulama.

Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan.

Sejak tahun 1898, kedudukan Aceh semakin terdesak.

Belanda mengumumkan berakhirnya Perang Aceh pada tahun 1904.

Namun demikian, perlawanan seporadis rakyat Aceh masing berlangsung hingga tahun 1930an.

Perlawanan Sisingamangaraja, Sumatra Utara

Perlawanan terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan oleh Sisingamangaraja XII.

Perlawanan ini, yang dinamakan juga Perang Batak yang berlangsung selama 29 tahun.

Pertempuran diawali dari Bahal Batu, yang menjadi pusat pertahanan Belanda tahun 1877.

Untuk menghadapi Perang Batak, Belanda menarik pasukan dari Aceh.

Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak.

Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.

Perang Banjar

Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin.

Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjidillah yang tidak disukai rakyat.

Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom ditangkap Belanda.

Pada tahun 1862, Pangeran Hidayat menyerah, dan berakhirlah perlawanan Banjar di Pulau Kalimantan.

Perlawanan benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1905.

Perang Jagaraga di Bali

Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan Kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang.

Hak tawan karang menyatakan bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali menjadi hak penguasa di daerah tersebut.

Pemerintah Belanda memprotes raja Buleleng yang menyita 2 (dua) kapal milik Belanda.

Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya.

Persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap Kerajaan Buleleng pada tahun 1846.

Belanda berhasil menguasai Kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.

Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849.

Dua kerajaan Bali, yaitu Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda pada tahun 1906.

Seluruh kerajaan di Bali pun jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan perang puputan jagaraga.

D.Tumbuh dan Berkembangnya Semangat Kebangsaan

Latar Belakang Munculnya Nasionalisme Indonesia

Ditinjau dari asal pengaruhnya, pergerakan nasional dilatarbelakangi berbagai kejadian di dalam negeri Indonesia dan berbagai kejadian di luar negeri.

Faktor dari dalam negeri disebut faktor internal.

Faktor dari luar negeri disebut faktor eksternal.

Mari kita bahas.

Faktor Internal Pergerakan Nasional

Ada beberapa faktor internal pergerakan nasional, yaitu:

  • Perluasan Pendidikan
  • Kegagalan Perjuangan di Berbagai Daerah
  • Rasa Senasib Sepenanggungan
  • Perkembangan Organisasi Etnis, Kedaerahan, dan Keagamaan
  • Berkembangnya Berbagai Paham Baru

Faktor Eksternal Pergerakan Nasional

Ada beberapa faktor eksternal pergerakan nasional, yaitu:

  • Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905
  • Berkembangnya nasionalisme di berbagai negara

Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia

Kita akan bahas beberapa organisasi pergerakan nasional Indonesia, yaitu:

  • Budi Utomo
  • Sarekat Islam
  • Indische Partij
  • Perhimpunan Indonesia
  • Partai Nasional Indonesia

Let’s go bahas satu per satu!

Budi Utomo

Pada awal abad XX, sudah banyak mahasiswa di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa.

Sekolah kedokteran bernama STOVIA (School tot Opleideing van Inlandsche Artsen) terdapat di Batavia (Jakarta).

Para tokoh mahasiswa kedokteran sepakat untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia dengan memajukan pendidikan rakyat.

Pada tanggal 20 Mei 1908, mereka sepakat mendirikan sebuah organisasi bernama Budi Utomo (BU) dan memilih dr Sutomo sebagai ketua.

Tokoh lain pendiri Budi Utomo adalah Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan RT Ario Tirtokusumo.

Sarekat Islam

Pada tahun 1911 didirikan Serikat Dagang Islam (SDI) oleh KH Samanhudi dan RM Tirtoadisuryo di Solo.

Dalam Kongres di Surabaya tanggal 30 September 1912, SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI).

Pada tahun 1913, Sarekat Islam dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto.

Pada tahun 1923, SI berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (SI) yang bersifat nonkooperatif terhadap Belanda.

Indische Partij

Indische Partij (IP) adalah partai politik pertama di Indonesia.

Pendiri Indische Partij yang terkenal dengan sebutan tiga serangkai, yakni :

  • E.F.E. Douwes Dekker (Danudirjo Setiabudi),
  • R.M. Suwardi Suryaningrat,
  • dr Cipto Mangunkusumo.

Indische Partij dideklarasikan tanggal 25 Desember 1912.

Perhimpunan Indonesia

Perhimpunan Indonesia dulu bernama Indische Vereeniging.

Perhimpunan Indonesia didirikan oleh orang-orang Indonesia di Belanda pada tahun 1908.

Pada tahun 1925 berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Nama majalahnya Hindia Putra, yang kemudian berubah menjadi Indonesia Merdeka.

Tujuan utama Perhimpunan Indonesia adalah:

  • mencapai Indonesia merdeka,
  • memperoleh suatu pemerintahan Indonesia yang bertanggung jawab kepada seluruh rakyat.

Tokoh-tokoh Perhimpunan Indonesia adalah:

  • Mohammad Hatta,
  • Ali Sastroamijoyo,
  • Abdulmajid Joyoadiningrat,
  • Iwa Kusumasumantri,
  • Sastro Mulyono,
  • Sartono,
  • Gunawan Mangunkusumo,
  • Nazir Datuk Pamuncak.

Pada tahun 1925, PI secara tegas mengeluarkan manifesto arah perjuangan, yaitu:

  • Indonesia bersatu, menyingkirkan perbedaan, dapat mematahkan kekuasaan penjajah.
  • Diperlukan aksi massa yang percaya pada kekuatan sendiri untuk mencapai Indonesia Merdeka.
  • Melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan sarat mutlak untuk perjuangan kemerdekaan.
  • Anasir yang berkuasa dan esensial dalam tiap-tiap masalah politik.
  • Penjajahan telah merusak dan demoralisasi jiwa dan fisik bangsa, sehingga normalisasi jiwa dan materi perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.

Disini terjadi Kongres Pemuda I dan II.

Kongres Pemuda I dilaksanakan tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta.

Panitia Kongres Pemuda II dibentuk tanggal 12 Agustus 1928 dengan ketuanya Sugondo Joyopuspito.

Kongres Pemuda II diselenggarakan 27-28 Oktober 1928, dihadiri oleh perwakilan organisasi-organisasi pemuda dari seluruh Indonesia

Beberapa keputusan penting Kongres II 27-28 Oktober 1928:

  • Ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
  • Menetapkan lagu Indonesia Raya ciptaan WR Supratman sebagai lagu kebangsaan Indonesia.
  • Menetapkan bendera merah putih sebagai lambang negara Indonesia.

Gagasan manifesto 1925 terealisasi saat Sumpah Pemuda diikrarkan pada 28 Oktober 1928.

Berikut ini isi Sumpah Pemuda:

Sumpah PemudaKami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah jang satu, tanah IndonesiaKami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa jang satu, bangsa IndonesiaKami Putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pada Kongres III di Yogyakarta tahun 1938, tujuan kemerdekaan nusa dan bangsa diganti dengan menjunjung tinggimartabat nusa dan bangsa.

Partai Nasional Indonesia

Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan tanggal 4 Juli 1927 di Bandung, dipimpin Ir Soekarno.

Tujuan PNI adalah Indonesia merdeka, dengan ideologi nasionalisme.

Kegiatan politik PNI dianggap mengancam pemerintah Belanda, sehingga para tokoh PNI ditangkap dan diadili tahun 1929.

Tahun 1931, PNI dibubarkan.

Selanjutnya Sartono membentuk Partindo.

Adapun Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan organisasi Pendidikan Nasional Indonesia.

Para tokoh partai tersebut kemudian ditangkap Belanda dan diasingkan ke Boven Digul, Papua.

E.Pergerakan Nasional Pada Masa Pendudukan Jepang

Proses Penguasaan Indonesia

Awal mula tujuan Jepang menguasai Indonesia ialah untuk kepentingan ekonomi dan politik.

Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang melakukan penyerangan terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbour.

Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendaratkan pasukannya di Tarakan, Kalimantan Timur.

Jepang menduduki kota minyak Balikpapan pada tanggal 24 Januari.

Jepang berhasil menguasai Palembang pada tanggal 16 Februari 1942.

Pulau Jawa berhasil dikuasai Jepang pada tanggal 1 Maret 1942.

Setelah melakukan berbagai pertempuran, Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang-Jawa Barat.

Surat perjanjian serah terima kedua belah pihak ditandatangani oleh Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima Angkatan Perang Belanda) dan diserahkan kepada Letnan Jenderal Imamura (pimpinan pasukan Jepang).

Sejak saat itu seluruh Indonesia berada di bawah kekuasan Jepang.

Kebijakan Pemerintah Militer Jepang

Pada saat kependudukannya di Indonesia, Jepang melakukan pembagian tiga daerah pemerintahan militer di Indonesia, yakni:

  • Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XXV) untuk Sumatra, dengan pusat di Bukittinggi.
  • Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura dengan pusat di Jakarta.
  • Pemerintahan Angkatan Laut (Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat di Makassar.

Program yang paling mendesak bagi Jepang adalah mengerahkan seluruh sumber daya yang ada di Indonesia untuk tujuan perang.

Beberapa kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut:

  • Membentuk Organisasi- Organisasi Sosial, seperti : Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, dan Masyumi
  • Pembentukan Organisasi Semi Militer, seperti: Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah Air (Peta).
  • Pengerahan Romusha
  • Eksploitasi Kekayaan Alam

Sikap Kaum Pergerakan

Bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggapi kebijakan Jepang tersebut.

Propaganda Jepang sama sekali tidak memengaruhi para tokoh perjuangan untuk percaya begitu saja.

Bagaimanapun, mereka sadar bahwa Jepang adalah penjajah.

Beberapa bentuk perjuangan pada zaman Jepang adalah:

  • Memanfaatkan Organisasi Bentukan Jepang
  • Gerakan Bawah Tanah
  • Perlawanan Bersenjata

Perlawanan Bersenjata Untuk Melawan Jepang

Beberapa perlawanan bersenjata untuk melawan Jepang yang dilakukan oleh pahlawan Indonesia, antaralain:

  • Perlawanan Rakyat Aceh
  • Perlawanan Singaparna, Jawa Barat
  • Perlawananan Indramayu, Jawa Barat
  • Perlawanan Peta di Blitar, Jawa Timur

Perlawanan Rakyat Aceh

Perlawanan Rakyat Aceh dilakukan oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama di Cot Plieng Aceh, menentang peraturan-peraturan Jepang.

Pada tanggal 10 November 1942, ia melakukan perlawanan.

Dalam perlawanan tersebut ia tertangkap dan ditembak mati.

Perlawanan Singaparna, Jawa Barat

Dipelopori oleh K.H. Zainal Mustofa, yang menentang seikerei yakni menghormati Kaisar Jepang.

Pada tanggal 24 Februari 1944, meletus perlawanan terhadap tentara Jepang.

Kiai Haji Zainal Mustofa dan beberapa pengikutnya ditangkap Jepang, lalu dihukum mati.

Perlawanan Indramayu, Jawa Barat

Pada bulan Juli 1944, rakyat Lohbener dan Sindang di Indramayu memberontak terhadap Jepang.

Para petani dipimpin H. Madrian menolak pungutan padi yang terlalu tinggi.

Akan tetapi, pada akhirnya perlawanan mereka dipadamkan Jepang.

Perlawanan Peta di Blitar, Jawa Timur

Perlawanan PETA merupakan perlawanan terbesar yang dilakukan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang.

Perlawanan ini dipimpin Supriyadi, seorang Shodanco (Komandan pleton).

Peta tanggal 14 Februari 1945, perlawanan dipadamkan Jepang karena persiapan Supriyadi dkk. kurang matang.

Para pejuang Peta yang berhasil ditangkap kemudian diadili di mahkamah militer di Jakarta.

Beberapa di antaranya dihukum mati, seperti:

  • dr. Ismail,
  • Muradi,
  • Suparyono,
  • Halir Mangkudidjaya,
  • Sunanto,
  • Sudarmo.

F.Perubahan Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan

Perubahan pada Masa Kolonial Barat

Ada beberapa perubahan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan kolonial Barat ini.

Apa saja

Berikut ini perubahan yang terjadi:

  • Perluasan Penggunaan Lahan
  • Persebaran Penduduk dan Urbanisasi
  • Pengenalan Tanaman Baru
  • Penemuan Tambang-Tambang
  • Transportasi dan Komunikasi
  • Perkembangan Kegiatan Ekonomi
  • Mengenal Uang
  • Perubahan dalam Pendidikan
  • Perubahan dalam Aspek Politik
  • Perubahan dalam Aspek Budaya

Pada masa penjajahan, terjadi perubahan besar dalam perkembangan perkebunan di Indonesia.

Penambahan jumlah lahan untuk tanaman ekspor dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia.

Bukan hanya pemerintah kolonial yang mengembangkan lahan perkebunan di Indonesia, tetapi juga perusahaan-perusahaan swasta.

Berhektare-hektare hutan dibuka untuk pembukaan lahan perkebunan.

Sebagai contoh yang masih ada sampai sekarang adalah saluran irigasi Bendung Komering 10 (BK 10) di Desa Gumawang, Belitang Madang Raya, Kabupaten OKU Timur, Sumatra Selatan.

Sejarah transmigrasi Indonesia terutama terjadi pada akhir abad XIX.

Tujuan utama transmigrasi pada masa tersebut adalah untuk menyebarkan tenaga kerja murah di berbagai perkebunan di Sumatra dan Kalimantan.

Persebaran penduduk Indonesia tidak sebatas dalam lingkungan nasional, tetapi juga lintas negara.

Pada masa kolonial Barat juga dikenalkan berbagai jenis tanaman dan teknologi dalam pertanian dan perkebunan.

Beberapa tanaman andalan ekspor dikenalkan dan dikembangkan di Indonesia.

Pembukaan lahan pada masa kolonial Barat juga dilakukan untuk pertambangan minyak bumi, batu bara, dan logam.

Pembukaan lahan untuk pertambangan ini terutama terjadi pada akhir abad XIX dan awal abad XX.

Pada zaman penjajahan Belanda, banyak dibangun jalan raya, rel kereta api, dan jaringan telepon.

Pasti pada ingat ya tentang Jalan Raya Pos, dari Anyer sampai Panarukan?

Meskipun pembangunan tersebut menimbulkan kesengsaraan rakyat, terutama akibat kerja paksa.

Namun di sisi lain, pembangunan jalur tersebut telah mempermudah jalur transportasi dan komunikasi masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa.

Perubahan masyarakat dalam kegiatan ekonomi pada masa kolonial terjadi baik dalam kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.

Contohnya seperti:

  • rakyat mulai mengenal tanaman yang tidak hanya untuk dipanen semusim.
  • melahirkan berbagai jenis pekerjaan dalam bidang yang berbeda.
  • meningkatnya kegiatan ekspor impor

Selanjutnya tentang mengenal uang, pasti kalian ingat bahwa ketika jaman VOC, mereka mengeluarkan mata uang sendiri.

Nah ini adalah saat dimana bangsa kita mengenal mata uang pertama kali.

Dalam bidang pendidikan, ketika jaman kolonial Barat ini muncul banyak sekolah dan universitas.

Sebagai contoh ITB dan IPB yang memang sudah ada sejak jaman penjajahan.

Contoh lainnya adalah berdirinya Taman Siswa sebagai salah satu pelopor gerakan pendidikan modern di Indonesia.

Dalam bidang budaya jangan ditanya lagi, banyak banget perubahan yang terjadi, mulai dari bahasa, pakaian, bangunan, hingga agama.

Perubahan pada Masa Penjajahan Jepang

Ada beberapa perubahan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Jepang ini.

Apa saja?

Berikut ini perubahan yang terjadi:

  • Perubahan dalam Aspek Geografi
  • Perubahan dalam Aspek Ekonomi
  • Perubahan dalam Aspek Pendidikan
  • Perubahan dalam Aspek Politik
  • Perubahan dalam Aspek Budaya

Dalam aspek geografis, Jepang kala itu berambisi untuk memenangkan Perang Dunia ke II, hal ini membuat Jepang menjadikan Indonesia sebagai salah satu basisnya dalam menghadapi tentara Sekutu.

Indonesia memiliki tanaman jarak untuk dikembangkan sebagai bahan produksi minyak yang dibutuhkan sebagai mesin perang.

Selain itu banyak rakyat Indonesia membantu pasukan Jepang di beberapa negara Asia Tenggara untuk membantu perang Jepang.

Sedangkan dalam aspek ekonomi, Indonesia mengalami kemunduran karena beberapa hal, seperti:

  • Terputusnya hubungan perdagangan internasional
  • Pembatasan ekspor
  • Wajib setor padi
  • Tingginya pajak

Kemudian dalam aspek Pendidikan, Indonesia mengalami kemunduran juga.

Sebagai contoh, gedung sekolah dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500 buah; gedung sekolah lanjutan menurun dari 850 menjadi 20 buah.

Kegiatan perguruan tinggi macet.

Bahasa Jepang menjadi bahasa utama, sedangkan Bahasa Indonesia hanya bahasa pengantar.

Doktrin Nippon Seishin juga di kenalkan mulai dari SD!

Dalam aspek Politik, Indonesia mengalami kemunduran juga.

Jepang melarang dan membubarkan semua organisasi pergerakan politik yang pernah ada di masa kolonial Belanda.

Kempetai selalu memata-matai gerak-gerik organisasi pergerakan nasional.

Dalam aspek Budaya, Jepang berusaha ‘menjepangkan’ Indonesia.

Ajaran Shintoisme diajarkan pada masyarakat Indonesia.

Kebiasaan menghormat matahari dan menyanyikan lagu Kimigayo merupakan salah satu pengaruh pada masa pendudukan Jepang.