Rangkuman PAI Kelas 10 Bab 4

 

Rangkuman Materi PAI Kelas 10 Bab 4

Al-Qur’ān dan Hadis adalah Pedoman Hidupku

Memahami Al-Qur’ān, Hadis, dan Ijtihād sebagai Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan, landasan, atau dasar yang utama dalam pengambilan hukum Islam.

Al-Quran memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak.

Dinamis maksudnya adalah al-Qur’ān dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.

Benar artinya al-Qur’ān mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya.

Mutlak artinya al-Qur’ān tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan.

Nah selain al-Qur’ān ada dua sumber lain lagi yaitu Hadis, dan Ijtihād.

Yuk kita perdalam satu persatu!

Al-Qur’ānul Karim

Pengertian al-Quran

Dari segi bahasa, al-Qur’ān berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qirā’atan – qur’ānan, yang berarti sesuatu yang dibaca atau bacaan.

Dari segi istilah, al-Qur’ān adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam musḥaf, dimulai dengan surah al-Fātiḥah dan diakhiri dengan surah an-Nās, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia

Sesuai firman Allah Swt. pada Q.S Al-Isra ayat 9 :

Yang artinya:

“Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al- Isrā/17:9)

Kedudukan al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam

Kedudukan al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam tercantum dalam Q.S An-Nisa ayat 59:

Yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā’/4:59)

Selain itu terdapat pula pada Q.S An-Nisa ayat 105:

Yang artinya:

“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’ān) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisā’/4:105)

Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda:

Yang artinya:

“… Amma ba’du wahai sekalian manusia, bukankah aku sebagaimana manusia biasa yang diangkat menjadi rasul dan saya tinggalkan bagi kalian semua ada dua perkara utama/besar, yang pertama adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/ penerang, maka ikutilah kitab Allah (al-Qur’ān) dan berpegang teguhlah kepadanya … (H.R. Muslim)

Kandungan Hukum dalam al-Quran

Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān ke dalam tiga bagian, yaitu:

  • Akidah atau Keimanan
  • Syari’ah atau Ibadah
  • Akhlak atau Budi Pekerti

Hadis atau Sunnah

Pengertian Hadis atau Sunnah

Secara bahasa, hadis berarti perkataan atau ucapan.

Menurut istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.

Ulama hadis membedakan hadis dengan sunnah.

Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum Islam.

Bagian-bagian hadis:

  • Sanad
  • Matan
  • Rawi

Sanad yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang ini.

Matan yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.

Rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadis.

Kedudukan Hadis atau Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam

Jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al- Qur’ān, yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis.

Sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Ḥasyr ayat 7:

Yang artinya:

“… dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Ḥasyr/59:7)

Dan juga pada Q.S An-Nisa ayat 80:

Yang artinya:

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah Swt. Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisā’/4:80)

Fungsi Hadis terhadap al-Qur’ān

Fungsi hadis terhadap al-Qur’ān dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

  • Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’ān yang masih bersifat umum
  • Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’ān
  • Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-Qur’ān
  • Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān

Macam-Macam Hadis

Ditinjau dari segi perawinya, hadis terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

  • Hadis Mutawattir
  • Hadis Masyhur
  • Hadis Aĥad

Hadis mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari kalangan para sahabat maupun generasi sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat dusta.

Hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang tidak mencapai derajat mutawattir, namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’³n sehingga tidak mungkin bersepakat dusta.

Hadis aḥad adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang perawi, sehingga tidak mencapai derajat mutawattir.

Dilihat dari segi kualitas orang yang meriwayatkannya (perawi), hadis dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

  • Hadis Śaḥiḥ
  • Hadis Ḥasan
  • Hadis da’īf
  • Hadis Maudu’

Hadis Sahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.

Hadis Hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat hafalannya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan.

Hadis Da’if adalah hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis śaḥīiḥ dan hadis Ḥasan.

Hadis Maudu’ adalah hadis yang bukan bersumber kepada Rasulullah saw. atau hadis palsu.

Ijtihad sebagai upaya memahami al-Qur’ān dan Hadis

Pengertian Ijtihad

Kata ijtihād berasal bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal.

Secara istilah, ijtihād adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum.

Orang yang melakukan ijtihād dinamakan mujtahid.

Syarat-Syarat berijtihad

Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihād:

  • Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
  • Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih, dan tarikh (sejarah).
  • Memahami cara merumuskan hukum (istinbaţ).
  • Memiliki keluhuran akhlak mulia.

Kedudukan Ijtihad

Ijtihād dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam al-Qur’ān dan hadis.

Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihād tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’ān maupun hadis.

Bentuk-Bentuk Ijtihad

Ijtihad terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu:

  • Ijma’
  • Qiyas
  • Maślaĥah Mursalah

Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihād dalam memutuskan suatu perkara atau hukum.

Qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’ān dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya.

Maslahah Mursalah adalah penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at Islam.

Pembagian Hukum Islam

Para ulama membagi hukum Islam ke dalam dua bagian, yaitu hukum taklifi dan hukum wad’i.

Hukum taklifi adalah tuntunan Allah Swt. yang berkaitan dengan perintah dan larangan.

Hukum taklifi terbagi ke dalam lima bagian, yaitu:

  • Wajib (farḍu),
  • Sunnah (mandub),
  • Haram (taḥrim),
  • Haram (taḥrim),
  • Mubaḥ (al-Ibaḥaḥ),

Hukum wad’i adalah perintah Allah Swt. yang merupakan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu.