Rangkuman PAI Kelas 10 Bab 9

 

Rangkuman Materi PAI Kelas 10 Bab 9

Meneladani Perjuangan Dakwah Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam di Madinah

Hijrah Titik Awal Dakwah Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam di Madinah

Ada beberapa faktor yang mendorong Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam hijrah ke Madinah antara lain:

  • Pada tahun 621 M, telah datang 13 orang penduduk Madinah menemui Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam di Bukit Aqaba. Mereka berikrar memeluk agama Islam.
  • Pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang dari Madinah ke Mekah yang terdiri atas suku Aus dan Khazraj yang pada awalnya mereka datang untuk melakukan ibadah haji, tetapi kemudian menjumpai Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan mengajak beliau agar hijrah ke Madinah. Mereka berjanji akan membela dan mempertahankan Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan pengikutnya serta melindungi keluarganya seperti mereka melindungi anak dan istri mereka.
  • Pemboikotan yang dilakukan oleh kafir Quraisy kepada Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam. dan para pengikutnya

Nah untuk pemboikotan yang dilakukan oleh kafir Quraisy mencakup hal-hal berikut ini:

  • Melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pendukung Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam.
  • Tidak seorang pun berhak mengadakan ikatan perkawinan dengan orang muslim.
  • Melarang keras bergaul dengan kaum muslim.
  • Musuh Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam harus didukung dalam keadaan bagaimana pun.

Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas śahifah atau plakat yang digantungkan di dinding Ka’bah dan tidak akan dicabut sebelum Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam menghentikan dakwahnya.

Membina Persaudaraan antara Kaum Ansar dan Kaum Muhajirin

Kaum Ansar adalah sebutan untuk penduduk Madinah.

Kaum Muhajirin adalah sebutan untuk pengikut Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam yang ikut hijrah ke Madinah.

Sesampainya di Madinah, Baginda Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan kaum Muhajirin disambut dengan sangat hangat oleh kaum Ansar.

Bahkan diibaratkan seperti menyambut saudara sendiri, serta mereka mengumandangkan sya’ir yang begitu menyentuh qalbu sebagai berikut:

“Telah muncul bulan purnama dari Șaniyatil Wadai’, kami wajib bersyukur selama ada yang menyeru kepada Tuhan, Wahai yang diutus kepada kami. Engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.”

Sejak itulah, Kota Yastrib diganti namanya oleh Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam dengan sebutan “Madinatul Munawwarah”.

Strategi Nabi mempersaudarakan Muhajirin dan Anśar untuk mengikat setiap pengikut Islam yang terdiri atas berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu ikatan masyarakat yang kuat, senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan Islam.

Sebagai contoh Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam mempersaudarakan:

  • Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far,
  • Abi Ţalib dengan Mu’az bin Jabal,
  • Umar bin Khaţţab dengan Ibnu bin Malik,
  • Ali bin Abi Ţalib dipilih untuk menjadi saudara beliau sendiri.

Pertalian hubungan kekeluargaan antara penduduk Madinah (kaum Anśar) dan kaum Muhajirin dipererat dengan mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum muslimin dan nonmuslim.

Isi perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dengan kaum Yahudi sebagai berikut:

  • Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin.
  • Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing.
  • Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong-menolong dalam melawan siapa saja yang memerangi mereka.
  • Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja mereka sendiri dan sebaliknya kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri.
  • Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling menasihati dan tolongmenolong dalam mengerjakan kebajikan dan keutamaan.
  • Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu.
  • Kalau terjadi perselisihan di antara kaum Yahudi dan kaum muslimin yang dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya.
  • Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar Kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya kecuali orang zalim dan bersalah sebab Allah Subhanahu wa ta'ala menjadi pelindung bagi orang-orang yang baik dan berbakti.

Membentuk Masyarakat yang Berlandaskan Ajaran Islam

Dalam rangka Membentuk Masyarakat yang Berlandaskan Ajaran Islam, baginda Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam membuat beberapa kebijakan terkait:

  • Kebebasan Beragama
  • Ażan, Śalat, Zakat, dan Puasa
  • Prinsip-Prinsip Kemanusiaan

Mari kita bahas lebih detil.

Kebebasan Beragama

Tujuan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam. adalah memberikan ketenangan kepada penganutnya dan memberikanjaminan kebebasan kepada kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani dalam menganut kepercayaan agama masing-masing.

Dengan demikian, Nabi Muhammad saw memberikan jaminan kebebasan beragama kepada Yahudi dan Nasrani yang meliputi kebebasan berpendapat, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya, dan kebebasan mendakwahkan agamanya.

Hanya kebebasan yang memberikan jaminan dalam mencapai kebenaran dan kemajuan menuju kesatuan yang integral dan terhormat.

Ażan, Śalat, Zakat, dan Puasa

Menurut satu sumber atas usul Umar bin Khaţţab dan kaum muslimin serta menurut sumber lain berdasarkan perintah Allah Swt. melalui wahyu, panggilan śalat dilakukan dengan ażan.

Selanjutnya Nabi Muhammad saw. memerintahkan kepada Abdullah bin Zaid bin Sa’labah untuk membacakan lapaż adżan kepada Bilal dan menyerukannya manakala waktu śalat tiba karena Bilal memiliki suara yang merdu.

Sementara itu, puasa yang telah dilakukan berdasarkan syariat sebelumnya, kini telah pula diwajibkan setiap bulan Ramadhan.

Demikian pula halnya dengan zakat, bahkan setelah kekuasaan Islam berkembang ke seluruh jazirah Arab, Nabi Muhammad saw. mengutus pasukannya ke negeri di luar Madinah untuk memungut zakat.

Prinsip-Prinsip Kemanusiaan

Pada tahun ke-10 H (631 M) Nabi Muhammad saw. melaksanakan haji wada’ (haji terakhir).

Dalam kesempatan ini, Nabi Muhammad saw. menyampaikan khutbah yang sangat bersejarah.

Ketika matahari telah tergelincir, dengan menunggang untanya yang bernama al-Qaswa’, Nabi Muhammad saw. berangkat dan tiba di lembah yang berada di Uranah.

Di tempat ini, dari atas untanya Nabi Muhammad saw. memanggil orang-orang dan diulang-ulang panggilan itu oleh Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf.

Setelah berucap syukur dan puji kepada Allah Swt., Nabi Muhammad saw. menyampaikan pidatonya.

Khutbah Nabi saw. itu antara lain berisi:

  • larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq
  • larangan mengambil harta orang lain dengan baţil karena nyawa dan harta benda adalah suci
  • larangan riba dan larangan menganiaya
  • perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa
  • semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliyah harus saling dimaafkan
  • balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku dalam zaman jahiliyah tidak lagi dibenarkan
  • persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan
  • hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan berpakaian seperti apa yang dipakai tuannya
  • umat Islam harus selalu berpegang kepada al-Qur’ān dan sunnah.

Mengajarkan Pendidikan Politik, Ekonomi, dan Sosial

Dalam bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah, Michael H. Hart yang menempatkan Rasulullah saw. Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam pada urutan pertama menyatakan bahwa beliau adalah satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat berhasil, baik dalam hal keagamaan maupun keduniaan.

Dalam urusan politik Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjadi pemimpin politik yang amat efektif.

Hingga saat ini, empat belas abad pasca wafatnya, pengaruhnya sangat kuat dan merasuk.

Strategi Dakwah Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam di Madinah

Ada beberapa strategi dakwah Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam di Madinah, yakni:

  • Meletakkan Dasar-Dasar Kehidupan Bermasyarakat
  • Surat Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam kepada Para Raja
  • Penakluan Mekah

Mari kita bahas lebih jauh.

Meletakkan Dasar-Dasar Kehidupan Bermasyarakat

Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yang dibangun Nabi adalah:

  • Membangun masjid
  • Membangun ukhuwah Islamiyah
  • Menjalin persahabatan dengan pihak-pihak lain yang nonmuslim

Terbentuknya negara Madinah membuat Islam makin kuat.

Pada sisi lain, timbul kekhawatiran dan kecemasan yang amat tinggi di kalangan Quraisy dan musuh-musuh Islam lainnya.

Sehingga terjadilah beberapa ancaman, seperti terjadinya:

  • Perang Badar
  • Perang Uhud
  • Perang Ahzab/Khandaq
  • Perang Hunain
  • Perang Tabuk

Untuk bagian ini akan dibahas secara rinci ya tidak bisa dirangkum, maaf

Perang Badar

Perang Badar merupakan peperangan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam.

Perang ini berlangsung antara kaum muslimin melawan musyrikin Quraisy.

Peperangan ini terjadi pada tanggal 8 Ramaḍan tahun ke-2 Hijrah.

Dengan perlengkapan yang sederhana, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dengan 305 orang pasukannya berangkat ke luar Madinah.

Kira-kira 120 km dari Madinah, tepatnya di Badar, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy berjumlah antara 900- 1.000 orang.

Dalam peperangan ini, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan.

Setelah kemenangan ini, salah satu suku Badui yang kuat tertarik untuk mengikat perjanjian damai dengan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam.

Tak lama kemudian, Nabi menyerang suku Yahudi Madinah dan Qainuqa’ yang turut berkomplot dengan orang Quraisy Mekah.

Orang-orang Yahudi ini akhirnya meninggalkan Madinah dan menetap di Aḍri’at, perbatasan Syria.

Perang Uhud

Kekalahan dalam Perang Badar makin menimbulkan kebencian Quraisy kepada kaum muslimin.

Karena itu, mereka bersumpah akan menuntut balas kekalahan tersebut.

Pada tahun ke-3 Hijrah, mereka berangkat ke Madinah dengan membawa 3000 pasukan berunta, 200 pasukan berkuda, dan 700 orang di antara mereka memakai baju besi.

Pasukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan Quraisy ini disambut Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dengan sekitar 1.000 pasukan.

Ketika pasukan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam melewati batas kota, Abdullah bin Ubay menarik 300 pasukan yang terdiri atas orang Yahudi dan kembali ke Madinah.

Dengan pasukan yang masih tersisa 700 orang, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam melanjutkan perjalanan.

Pasukan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan pasukan Quraisy bertemu di Bukit Uhud.

Perang besar pun berkobar.

Mula-mula pasukan berkuda Khalid bin Walid gagal menembus dan menaklukkan pasukan pemanah Nabi.

Pasukan Quraisy kocar-kacir.

Namun, kemenangan yang sudah di ambang pintu gagal diraih karena pasukan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam, termasuk pasukan pemanah, tergoda oleh harta peninggalan musuh.

Pasukan Khalid bin Walid berbalik menyerang; pasukan pemanah dapat dilumpuhkan dan satu per satu pasukan Nabi berguguran di medan pertempuran.

Dalam pertempuran ini, sekitar 70 orang pasukan Nabi gugur sebagai syuhada’.

Setelah peperangan ini, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam menindak tegas Abdullah bin Ubay dan pasukannya. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay, diusir dari Madinah.

Kebanyakan mereka pergi dan menetap di Khaibar.

Perang Ahzab/Khandaq

Bani Nadir yang menetap di Khaibar berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah.

Pasukan gabungan mereka berkekuatan 24.000 pasukan.

Pasukan ini berangkat ke Madinah pada tahun ke-5 Hijrah.

Atas usul Salman al-Farisi, umat Islam menggali Parit untuk pertahanan.

Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang Khandaq (Parit).

Selain itu, peperangan ini disebut dengan Perang Ahzab (sekutu beberapa suku) karena Bani Nadir (orang Yahudi yang terusir dari Madinah), musyrikin Quraisy, dan beberapa suku Arab yang masih musyrik berkomplot melawan pasukan Islam.

Pasukan musuh yang hendak masuk ke Madinah tertahan oleh parit.

Karena itu, mereka mengepung Madinah dengan membangun kemah-kemah di luar parit.

Pengepungan ini berlangsung selama satu bulan dan berakhir setelah badai kencang menerpa dan memporakporandakan kemah-kemah mereka.

Kenyataan ini memaksa pasukan Ahzab menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masingmasing tanpa mendapat hasil apa pun.

Dalam suasana kritis, orang-orang Yahudi dan Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad melakukan pengkhiatan.

Setelah musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah, para pengkhianat itu dihukum mati.

Perang Hunain

Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tidak semua suku Arab bersedia tunduk kepada Nabi Muhammad saw.

Ada dua suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam, yaitu Bani Ţaqif di Ţaif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Ţaif.

Kedua suku ini berkomplot melawan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dengan alasan menuntut balas atas berhala-berhala mereka (yang ada di Ka’bah) yang dihancurkan oleh tentara Islam ketika penaklukan Mekah.

Dengan kekuatan 12.000 pasukan di bawah pimpinan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam, tentara Islam berangkat menuju Hunain.

Dalam waktu singkat Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan pasukannya dapat menumpas pasukan musuh.

Dengan takluknya Bani Ţaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab di bawah kekuasaan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam.

Perang Tabuk

Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti oleh Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam.

Perang ini terjadi karena kecemburuan dan kekhawatiran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam menguasai seluruh jazirah Arab.

Untuk itu, Heraklius menyusun kekuatan yang sangat besar di utara Jazirah Arab dan Syria yang merupakan daerah taklukan Romawi.

Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides.

Menghadapi peperangan ini, banyak sekali kaum muslimin yang “mendaftar” untuk turut berperang. Oleh karena itu, terhimpun pasukan yang sangat besar.

Melihat besarnya jumlah tentara Islam, pasukan Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri, kembali ke negerinya.

Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam tidak melakukan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk.

Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian dengan penduduk setempat.

Dengan demikian, wilayah perbatasan itu dapat dikuasai dan dirangkul masuk dalam barisan Islam.

Surat Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam kepada Para Raja

Salah satu cara yang ditempuh Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam untuk dapat melanjutkan dakwah ke negeri-negeri lain adalah dengan berkirim surat kepada raja-raja, para penguasa negeri-negeri tersebut.

Di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam adalah raja dari:

  • Gassan,
  • Mesir,
  • Abisinia,
  • Persia,
  • dan Romawi.

Namun semuanya menolak, ada yang secara halus ada juga yang sangat kasar sampai membunuh utusan nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam.

Raja tersebut adalah Raja Gassan.

Untuk membalas perlakuan Raja Gassan, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam menyiapkan 3.000 orang pasukan.

Peperangan terjadi di Mu’tah, sebelah utara Jazirah Arab.

Pasukan Islam kesulitan menghadapi tentara Raja Gassan yang dibantu oleh Romawi.

Beberapa orang pasukan muslim gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran itu.

Melihat kenyatan ini, komandan pasukan, Khalid bin Walid menarik pasukannya dan kembali ke Madinah.

Penakluan Mekah

Pada tahun ke-6 Hijrah, ketika haji telah disyariatkan, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dengan 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji.

Karena itu, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam beserta kaum muslimin berangkat dengan pakaian iĥram dan tanpa senjata.

Sebelum sampai di Mekah, tepatnya di Hudaibiyah, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan kaum muslimin tertahan dan tidak boleh masuk ke Mekah.

Sambil menunggu izin untuk masuk ke Mekah, Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan kaum muslimin berkemah di sana.

Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan kaum muslimin tidak mendapat izin memasuki Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah.

Isi dari Perjanjian Hudaibiyah yaitu:

  • kaum muslimin tidak boleh mengunjungi Ka’bah pada tahun ini dan ditangguhkan sampai tahun depan,
  • lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja,
  • kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah,
  • selama sepuluh tahun dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah, dan
  • tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kuam Quraisy atau kaum muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.

Dengan adanya perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Mekah kembali terbuka.

Ada dua faktor yang mendorong Nabi Muhammad saw. untuk menguasai Mekah yaitu:

  • Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab.
  • Orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar.

Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif.

Prestasi ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan adanya Perjanjian Hudaibiyah.

Oleh karena itu, secara sepihak mereka membatalkan perjanjian tersebut.

Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang tentara.

Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam dan pasukannya memasuki Mekah dan berhala-berhala di semua sudut negeri dihancurkan.

Setelah itu, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam berkhutbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy.

Dalam khutbah itu Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam menyatakan:

“siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa yang masuk ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan ia juga akan aman.”

Setelah khutbah itu, penduduk Mekah datang berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim.

Sejak peristiwa itu, Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam.

Keislaman penduduk Mekah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada suku-suku di berbagai pelosok Arab.

Oleh karena itu, pada tahun ke-9 dan ke-10 Hijrah (630 – 631 M) Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam menerima berbagai delegasi suku-suku Arab sehingga tahun itu disebut dengan tahun perutusan.

Sejak itu, peperangan antarsuku telah berubah menjadi saudara seagama dan persatuan Arab pun terwujud.

Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam kembali ke Madinah.

Ia mengatur organisasi masyarakat Arab yang telah memeluk Islam.

Petugas keamanan dan para da’i dikirim ke daerah-daerah untuk mengajarkan Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat.

Dua bulan kemudian, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam jatuh sakit, dan pada 12 Rabi’ul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M ia wafat di rumah istrinya, Aisyah.