Rangkuman PKN Kelas 12 Bab 4

Rangkuman Materi PKN Kelas 12 Bab 4

Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia

Konsep Negara Kesatuan (Unitarisme)

Menurut C.F Strong dalam bukunya A History of Modern Political Constitution (1963:84), negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislatif nasional.

Negara kesatuan mempunyai dua sistem, yaitu:

  • sentralisasi
  • desentralisasi

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra).

Pada saat ini, Indonesia merupakan negara kesatuan yang menganut sistem desentralisasi melalui mekanisme otonomi daerah.

Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia

UUD NRI Tahun 1945 secara nyata mengandung semangat agar Indonesia ini bersatu, baik yang tercantum dalam Pembukaan maupun dalam pasal-pasal yang langsung menyebutkan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam lima Pasal, yaitu:

  • Pasal 1 ayat (1),
  • Pasal 18 ayat (1),
  • Pasal 18B ayat (2),
  • Pasal 25A
  • Pasal 37 ayat (5)

Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu :

“…. dalam upaya membentuk suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

Karakteristik Negara Kesatuan Indonesia juga dapat dipandang dari segi kewilayahan.

Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa:

“Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan oleh undang-undang”.

Kesatuan wilayah tersebut juga mencakup:

  • kesatuan politik;
  • kesatuan hukum;
  • kesatuan sosialbudaya;
  • kesatuan ekonomi;
  • kesatuan pertahanan dan keamanan.

Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia dari Masa Ke Masa

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Revolusi Kemerdekaan (18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949)

Pada periode ini, bentuk NRI adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan adalah republik yang mana presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara.

Sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem pemerintahan presidensial.

Dalam periode ini, yang dipakai sebagai pegangan adalah Undang-Undang Dasar 1945.

Walaupun Undang-Undang Dasar 1945 telah berlaku, namun yang baru dapat dibentuk hanya:

  • presiden,
  • wakil presiden,
  • serta para menteri dan gubernur

Adapun departemen yang dibentuk untuk pertama kalinya di Indonesia terdiri atas 12 departemen.

Provinsi yang baru dibentuk terdiri atas delapan wilayah yang terdiri atas:

  • Jawa Barat,
  • Jawa Tengah,
  • Jawa Timur,
  • Sumatera,
  • Borneo,
  • Sulawesi,
  • Maluku,
  • dan Sunda Kecil.

Kondisi di atas didasarkan pada Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI.

Untuk mengatasi hal tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 melalui ketentuan dalam pasal IV Aturan Peralihan menyatakan bahwa:

“sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan pertimbangan Agung dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.”

PPKI dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan dua ayat Aturan Tambahan yang menegaskan bahwa:

  • Dalam enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
  • Dalam enam bulan setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis itu bersidang untuk menetapkan undang-undang dasar.

Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah RI mengeluarkan tiga buah maklumat, yaitu:

  • Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar bisa dari Presiden sebelum masa waktunya berakhir (seharusnya berlaku selam enam bulan).
  • Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat.
  • Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang intinya mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer.

Perhatikan maklumat tanggal 14 November 1945, disana tertera jelas bahwa indonesia menjadi Sistem Pemerintahan Parlementer.

Secara konseptual, perubahan ini diharapkan akan mampu mengakomodasi semua kekuatan yang ada dalam negara ini.

Akan tetapi, pada kenyataannya, sistem ini justru membawa bangsa Indonesia ke dalam keadaan yang tidak stabil.

Sistem pemerintahan parlementer tidak berjalan lama.

Sistem tersebut berlaku mulai tanggal 14 November 1945 dan berakhir pada tanggal 27 Desember 1949.

Dalam rentang waktu itu, terjadi beberapa kali pergantian kabinet.

Kabinet yang pertama dipimpin oleh Sutan Syahrir yang dilanjutkan dengan kabinet Syahrir II dan III.

Sewaktu bubarnya kabinet Syahrir III, sebagai akibat meruncingnya pertikaian antara Indonesia-Belanda, pemerintah membentuk Kabinet Presidensial kembali (27 Juni 1947–3 Juli 1947).

Namun atas desakan dari beberapa partai politik, Presiden Soekarno kembali membentuk Kabinet Parlementer, seperti berikut:

  • Kabinet Amir Syarifudin I: 3 Juli 1947-11 November 1947
  • Kabinet Amir Syarifudin II: 11 November 1947-29 Januari 1948
  • Kabinet Hatta I: 29 Januari 1948-4 Agustus 1949
  • Kabinet Darurat (Mr. Sjafruddin Prawiranegara): 19 Desember 1948-13 Juli 1949
  • Kabinet Hatta II: 4 Agustus 1949-20 Desember 1949

Periode ini juga ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan separatis dengan tujuan mendirikan negara baru yang memisahkan diri dari NKRI, seperti:

  • Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun 1948
  • Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Daerah Jawa Barat

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950)

Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950.

Pada masa ini, yang dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949.

Berdasarkan konstitusi tersebut, bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian.

Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan karakteristik sebagai berikut:

  • Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya.
  • Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden.
  • Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen.
  • Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun harus melalui keputusan pemerintah.
  • Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah.
  • DPR tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet.
  • Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Muncul berbagai reaksi dari berbagai kalangan bangsa Indonesia menuntut pembubaran Negara RIS dan kembali kepada kesatuan NRI.

Maka pada 8 Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan negara RIS.

Pada tanggal 19 Mei 1950, dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjanjian.

Disebutkan pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi yang berlaku, yakni konstitusi RIS dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menghasilkan UUDS 1950.

Sejak saat itulah, pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

Pada masa Republik Indonesia Serikat juga terdapat gerakan-gerakan separatis yang terjadi beberapa wilayah Indonesia, di antaranya:

  • Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
  • Pemberontakan Andi Azis di Makassar
  • Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Demokrasi Liberal (17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959)

Pada periode ini, Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950.

Bentuk negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan yang kekuasaannya dipegang oleh pemerintah pusat.

Bentuk pemerintahan yang diterapkan adalah republik, dengan kepala negara adalah seorang presiden yang dibantu oleh seorang wakil presiden.

Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem pemerintahan parlementer dengan menggunakan kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.

Praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan pada masa berlakunya UUDS 1950 ini ternyata tidak membawa bangsa Indonesia ke arah kemakmuran, keteraturan dan kestabilan politik.

Hal ini tercermin dari jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-1959 telah terjadi 7 kali pergantian kabinet, yaitu:

  • Kabinet Natsir: 6 September 1950–27 April 1951
  • Kabinet Sukirman: 27 April 1951–3 April 1952
  • Kabinet Wilopo: 3 April 1952–30 Juli 1953
  • Kabinet Ali Sastroamidjojo I: 30 Juli 1953–12 Agustus 1955
  • Kabinet Burhanudin Harahap: 12 Agustus 1955–24 Maret 1956.
  • Kabinet Ali Sastroamidjojo II: 24 Maret 1956–9 April 1957.
  • Kabinet Djuanda (karya): 9 April 1957–10 Juli 1959.

Hal yang menyebabkan kondisi negara kacau pada periode ini adalah tidak berhasilnya badan konstituante menyusun undang-undang dasar yang baru.

Kondisi yang sangat membahayakan bangsa dan negara ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengajukan rancangannya mengenai konsep demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada UUD 1945.

Kondisi tersebut mendorong presiden untuk menggunakan wewenangnya yakni mengeluarkan Dekret Presiden tanggal 5 Juli tahun 1959, yang isinya:

  • Pembubaran konstituante
  • Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
  • Pembentukan MPR dan DPA sementara

Pada periode ini juga terjadi beberapa gerakan separatis di daerah di antaranya:

  • Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
  • Pemberontakan PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta)

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Orde Lama (5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966 )

Sejak berlakunya kembali UUD 1945, Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Kabinet yang dibentuk pada tanggal 9 Juli 1959 dinamakan Kabinet Kerja yang terdiri atas:

  • Kabinet Inti, yang terdiri atas seorang perdana menteri yang dijabat oleh Presiden dan 10 orang menteri.
  • Menteri-menteri ex offi cio, yaitu pejabat-pejabat negara yang karena jabatannya diangkat menjadi menteri. Pejabat tersebut adalah:
  • Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, Udara,
  • Kepolisian Negara,
  • Jaksa Agung,
  • Ketua Dewan Perancang Nasional
  • Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung
  • Menteri-menteri muda sebanyak 60 orang.

Pada mulanya, ide demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Namun, lama kelamaan, bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi.

Maka, akhirnya segala sesuatunya didasarkan kepada kepemimpinan penguasa dalam hal ini pemerintah.

Berikut ini adalah beberapa penyimpangan selama pelaksanaan demokrasi terpimpin:

  • Membubarkan DPR hasil pemilu dan menggantikannya dengan membentuk DPR Gotong Royong (DPRGR) yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  • Membentuk MPR sementara yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  • Penetapan Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup oleh MPRS.
  • Membentuk Front Nasional melalui Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959 yang anggotanya berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi sosial politik yang ada di Indonesia.
  • Terjadinya pemerasan dalam penghayatan Pancasila. Pancasila yang berkedudukan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa diperas menjadi tiga unsur yang disebut Trisila, kemudian Trisila ini diperas lagi menjadi satu unsur yang disebut Ekasila. Ekasila inilah yang dimaksud dengan Nasakom (nasionalis, agama dan komunisme)

Gagasan Nasakom inilah yang memberi peluang bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hal tersebut dimasukkan dalam UU RI Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pemerintah Daerah dimana semua unsur Nasakom termasuk di dalamnya PKI harus diperhatikan dalam penunjukan unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Karena merasa mempunyai posisi yang kuat, PKI melakukan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965 yang menewaskan tujuh orang perwira TNI Angkatan Darat.

Persatuan dan Kesatuan pada Masa Orde Baru (11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998)

Kepemimpinan Presiden Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya, akhirnya jatuh pada tahun 1966.

Masa orde lama diganti dengan masa orde baru dipimpin oleh Soeharto.

Prioritas utama yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap.

Adapun kelebihan dari sistem pemerintahan Orde Baru:

  • Perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang pada tahun 1968 hanya 70 dolar Amerika Serikat dan pada 1996 telah mencapai lebih dari 1.000 dolar Amerika Serikat.
  • Suksesnya program transmigrasi.
  • Suksesnya program Keluarga Berencana.
  • Sukses memerangi buta huruf.

Akan tetapi dalam perjalanan pemerintahannya, Orde Baru melakukan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 seperti:

  • Bidang ekonomi: Terjadinya praktik monopoli ekonomi
  • Bidang Politik: Kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif
  • Bidang hukum: terjadinya praktik KKN dalam pemerintahan

Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri.

Sebagai gantinya, B.J Habibie yang ketika itu menjabat sebagai wakil presiden, dilantik sebagai Presiden RI yang ketiga.

Masa jabatan Presiden B.J Habibie berakhir setelah pertanggungjawabannya ditolak oleh sidang Umum MPR pada tanggal 20 Oktober 1999.

Persatuan dan Kesatuan pada Masa Reformasi (Periode 21 Mei 1998-sekarang)

Gejolak politik di era reformasi semakin mendorong usaha penegakan kedaulatan rakyat dan bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menghancurkan kehidupan bangsa dan negara.

Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi.

Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi:

  • adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif
  • jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara

Dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya.

Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Selain itu, perubahan Undang-Undang Dasar 1945 juga mengubah struktur ketatanegaraan Indonesia.

Untuk lebih jelasnya, berikut dipaparkan perubahan-perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan Undang- Undang Dasar 1945, yaitu:

  • Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2)).
  • MPR merupakan lembaga bikameral, yaitu terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD (Pasal 2 ayat (1)).
  • Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat (1)).
  • Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7).
  • Pencantuman hak asasi manusia (Pasal 28A-28J).
  • Penghapusan DPA sebagai lembaga tinggi negara.
  • Presiden bukan mandataris MPR.
  • MPR tidak lagi menyusun GBHN.
  • Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) (Pasal 24B dan 24C).
  • Anggaran pendidikan minimal 20% (Pasal 31 ayat (4)).
  • Negara kesatuan tidak boleh diubah (Pasal 37 ayat (5)).
  • Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dihapus.