Rangkuman Sejarah Indonesia Kelas 12 Bab 1

Rangkuman Sejarah Indonesia Kelas 12 Bab 1

Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)

Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)

Sejarah pergolakan dan konflik yang terjadi di Indonesia selama masa tahun 1948-1965 dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga bentuk pergolakan:

  • Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi.
  • Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan (vested interest).
  • Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem pemerintahan.

Yuk mari kita bahas lebih detil satu per satu!

Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Ideologi

Ada beberapa Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Ideologi, yaitu:

  • Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun
  • Pemberontakan DI/TII
  • Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)

Kita akan bahas lebih jauh lagi.

Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun

Pada awal September 1948 pimpinan PKI dipegang Muso.

Muso lalu membawa PKI ke dalam pemberontakan bersenjata yang dicetuskan di Madiun pada tanggal 18 September 1948 (Taufik Abdullah dan AB Lapian, 2012).

Mereka memiliki cita-cita ingin menjadikan Indonesia sebagai negara komunis.

Pada pertengahan September 1948, pertempuran antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan TNI mulai meletus.

PKI kemudian memusatkan kekuatannya di Madiun.

Pada tanggal 18 September 1948, Muso memproklamirkan Republik Soviet Indonesia.

Presiden Soekarno segera bereaksi, dan berpidato di RRI Yogjakarta yang isinya mengajak masyarakat untuk melawan Muso yang hendak merebut NKRI.

Di awal pemberontakan, pembunuhan terhadap pejabat pemerintah dan para pemimpin partai yang antikomunis terjadi.

Kaum santri juga menjadi korban.

Tetapi pasukan pemerintah yang dipelopori Divisi Siliwangi kemudian berhasil mendesak mundur pemberontak.

Puncaknya adalah ketika Muso tewas tertembak.

Amir Syarifuddin juga tertangkap dan ia akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Tokoh-tokoh muda PKI seperti Aidit dan Lukman berhasil melarikan diri.

Merekalah yang kelak di tahun 1965, berhasil menjadikan PKI kembali menjadi partai besar di Indonesia sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Pemberontakan DI/TII

Pemberontakan ini dimulai dari sebuah gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo.

Ia memiliki cita-cita untuk mendirikan negara Islam.

Dengan adanya perjanjian Renville kemudian membuka peluang bagi Kartosuwiryo untuk lebih mendekatkan cita-citanya tersebut.

Salah satu keputusan Renville adalah pasukan RI dari daerah-daerah yang berada di dalam garis van Mook harus pindah ke daerah yang dikuasai RI.

Divisi Siliwangi dipindahkan ke Jawa Tengah karena Jawa Barat dijadikan negara bagian Pasundan oleh Belanda.

Akan tetapi laskar bersenjata Hizbullah dan Sabilillah yang telah berada di bawah pengaruh Kartosuwiryo tidak bersedia pindah dan malah membentuk Tentara Islam Indonesia (TII).

Ia lalu menyatakan pembentukan Darul Islam (negara Islam/DI) dengan dukungan TII, di Jawa Barat pada Agustus 1948.

Ketika pasukan Siliwangi kembali ke Jawa Barat, Kartosuwiryo tidak mau mengakui tentara RI tersebut kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TII.

Kemudian sejak 1959, pemerintah mulai melakukan operasi militer.

Operasi terpadu “Pagar Betis” digelar.

Melalui operasi ini pula Kartosuwiryo berhasil ditangkap pada tahun 1962, lalu dijatuhi hukuman mati  yang menandai pula berakhirnya pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo.

Di Jawa Tengah, awal kasusnya juga mirip, di mana akibat persetujuan Renville daerah Pekalongan-Brebes-Tegal ditinggalkan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan aparat pemerintahan.

Amir Fatah diangkat sebagai Panglima TII Jawa Tengah oleh utusan Kartosuwiryo.

Amir Fatah bahkan kemudian ikut memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah.

Sejak itu terjadi kekacauan dan konflik terbuka antara pasukan Amir Fatah dengan pasukan TNI.

Kurangnya dukungan dari penduduk membuat perlawanannya cepat berakhir dan pada Desember 1951, ia menyerah.

Selain Amir Fatah, di Jawa Tengah juga timbul pemberontakan lain yang dipimpin oleh Kiai Haji Machfudz atau yang dikenal sebagai Kyai Sumolangu.

Ia didukung oleh laskar bersenjata Angkatan Umat Islam (AUI).

Kerja sama antara AUI dengan Tentara RI mulai pecah ketika pemerintah hendak melakukan demobilisasi AUI.

Pada akhir Juli 1950 Kyai Sumolangu melakukan pemberontakan.

Pemberontakan Darul Islam di Jawa Tengah lainnya juga dilakukan oleh Batalyon 426 dari Divisi Diponegoro Jawa Tengah.

Selain di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII terjadi pula di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar.

Kahar Muzakkar pada tanggal 7 Agustus 1953 menyatakan diri sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia Kartosuwiryo.

Pemberontakan yang dilakukan Kahar memang memerlukan waktu lama untuk menumpasnya dan baru berakhir pada tahun 1965.

Pemberontakan yang berkait dengan DI/TII juga terjadi di Kalimantan Selatan oleh Ibnu Hajar.

Pemberontakan terjadi juga di Aceh, para ulama Aceh yang tergabung dalam Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) karena menolak untuk menjadi bagian Sumatera Utara.

Tokoh terdepan PUSA dalam hal ini adalah Daud Beureuh.

Akhirnya pemerintah mengakomodasi dan menjadikan Aceh sebagai daerah istimewa pada tahun 1959.

Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)

Terdapat tujuh teori mengenai peristiwa kudeta G30S tahun 1965 ini:

  • Gerakan 30 September merupakan Persoalan Internal Angkatan Darat (AD).
  • Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA).
  • Gerakan 30 September merupakan Pertemuan antara Kepentingan Inggris-AS.
  • Soekarno adalah Dalang Gerakan 30 September.
  • Tidak ada Pemeran Tunggal dan Skenario Besar dalam Peristiwa Gerakan 30 September (Teori Chaos).
  • Soeharto sebagai Dalang Gerakan 30 September.
  • Dalang Gerakan 30 September adalah PKI

Dari semua teori tersebut, teori terakhir yakni Dalang Gerakan 30 September adalah PKI merupakan teori yang paling tepat disertai bukti kuat.

Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Kepentingan

Ada beberapa Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Kepentingan, yaitu:

  • Pemberontakan APRA
  • Peristiwa Andi Aziz
  • Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Mari kita bahas!

Pemberontakan APRA

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibentuk oleh Kapten Raymond Westerling pada tahun 1949.

Ini adalah milisi bersenjata yang anggotanya terutama berasal dari tentara Belanda: KNIL, yang tidak setuju dengan pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di Jawa Barat.

APRA ingin agar keberadaan negara Pasundan dipertahankan sekaligus menjadikan mereka sebagai tentara negara federal di Jawa Barat.

Karena itu, pada Januari 1950 Westerling mengultimatum pemerintah RIS.

APRA bergerak menyerbu kota Bandung secara mendadak dan melakukan tindakan teror.

Diketahui pula kemudian kalau APRA bermaksud menyerang Jakarta dan ingin membunuh antara lain Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX dan Kepala APRIS Kolonel T.B. Simatupang.

Namun semua itu akhirnya dapat digagalkan oleh pemerintah.

Akhirnya, Westerling kemudian melarikan diri ke Belanda.

Peristiwa Andi Aziz

Peristiwa Andi Aziz berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya yang berasal dari KNIL (pasukan Belanda di Indonesia) terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur (NIT).

Pasukan KNIL di bawah pimpinan Andi Aziz ini kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting, bahkan menawan Panglima Teritorium (wilayah) Indonesia Timur.

Pemerintah pun bertindak tegas dengan mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang.

April 1950, pemerintah memerintahkan Andi Aziz agar melapor ke Jakarta akibat peristiwa tersebut, dan menarik pasukannya dari tempat-tempat yang telah diduduki, menyerahkan senjata serta membebaskan tawanan yang telah mereka tangkap.

Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya telah berontak.

Andi Aziz pun segera ditangkap di Jakarta setibanya ia ke sana dari Makasar.

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan RMS dilakukan dengan tujuan memisahkan diri dari Republik Indonesia Serikat dan menggantinya dengan negara sendiri.

Diproklamasikan oleh mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, Dr. Ch.R.S. Soumokil pada April 1950, RMS didukung oleh mantan pasukan KNIL.

Pemerintah pun langsung mengambil tindakan tegas, dengan melakukan operasi militer di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.

Kelebihan pasukan KNIL RMS adalah mereka memiliki kualifikasi sebagai pasukan komando, sehingga dalam penumpasan pemberontakan ini terjadi pertempuran frontal dan dahsyat dengan saling bertahan dan menyerang.

Pada akhirnya pemberontakan berhasil ditumpas, namun TNI kehilangan komandan Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan Letnan Kolonel Soediarto yang gugur tertembak.

Soumokil sendiri awalnya berhasil melarikan diri ke pulau Seram, namun ia akhirnya ditangkap tahun 1963 dan dijatuhi hukuman mati.

Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Sistem Pemerintahan

Ada dua hal tentang Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Sistem Pemerintahan, yaitu:

  • Pemberontakan PRRI dan Permesta
  • Persoalan Negara Federal dan BFO

Mari bahas lebih detil!

Pemberontakan PRRI dan Permesta

Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya persoalan di dalam tubuh Angkatan Darat, berupa kekecewaan atas minimnya kesejahteraan tentara di Sumatera dan Sulawesi.

Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957, seperti:

  • Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
  • Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon.
  • Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol. Barlian.
  • Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.

Dewan-dewan ini bahkan kemudian mengambil alih kekuasaan pemerintah daerah di wilayahnya masing-masing.

Ahmad Husein lalu mengultimatum pemerintah pusat, menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya kepada presiden.

Krisis pun akhirnya memuncak ketika pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat.

Bagi Syafruddin, pembentukan PRRI hanyalah sebuah upaya untuk menyelamatkan negara Indonesia, dan bukan memisahkan diri, karena PKI saat itu mulai memiliki pengaruh besar di pusat.

Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas.

Operasi militer dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata didukung Amerika Serikat.

Pada tahun itu juga pemberontakan PRRI dan Permesta berhasil dipadamkan.

Persoalan Negara Federal dan BFO

Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/ Bijeenkomst voor Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.

Sebagai contoh Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi.

Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan negara federal ini (1947).

Lalu BFO telah terpecah ke dalam dua kubu.

Kelompok pertama menolak kerja sama dengan Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat.

Sedangkan kelompok kedua ingin agar garis kebijakan bekerja sama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO.

Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi.

Hal ini terlihat ketika negara-negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar negaranegara bagian tersebut bergabung ke RI.